Langsung ke konten utama

KAUM MUDA HARUS BERMARTABAT DALAM POLITIK AGAR TIDAK JADI BUMERANG DALAM BERPOLITIK




setiap negara yang menganut prinsip demokrasi dalam menyelenggarakan pengisian jabatan pemerintahan melalui sebuah pemodelan pemilihan umum yang bersifat demokratis.

Pada umumnya di negara-negara yang menganut prinsip demokrasi, pemodelan pemilihan umum terbagi ke dalam dua bentuk yaitu pemilihan umum secara langsung dan pemilihan umum secara tidak langsung atau juga dikenal sebagai model pemilihan umum melalui lembaga perwakilan. Setelah Reformasi, terjadi pergeseran pemodelan pemilihan umum yang diselenggarakan di Indonesia yang semula dilakukan secara tidak langsung menjadi pemodelan pemilihan umum yang dilakukan secara langsung.


Hal itu sejatinya tidak terlepas dari model pemilihan umum sebelum Reformasi yang sarat dengan konflik kepentingan sehingga memungkinkan terjadinya disparitas pilihan antara pilihan rakyat sebagai konstituen dengan pilihan anggota lembaga perwakilan yang mewakilinya dalam proses pemilihan umum yang diselenggarakan; anggota lembaga perwakilan dapat dimungkinkan berada pada kedudukan yang bias antara sebagai penjalan kehendak konstituen ataupun sebagai representasi dari sebuah partai politik atau golongan tertentu.

Terkadang pada beberapa pola rekrutmen kandidat peserta pemilihan umum yang terjadi menggunakan aspek elektalibitas dari kandidat terkait sebagai pertimbangan utama untuk mengusungnya dalam sebuah pemilihan umum. Dampaknya rakyat tidak akan dapat secara maksimal untuk memilih pemimpin yang berkualitas secara keseluruhan. Bahkan demi mengejar aspek elektabilitas tersebut, aspek prinsipil seperti etika dalam politik cenderung diabaikan oleh oknum-oknum tertentu dalam sebuah partai politik dan gabungan partai politik.


Hal itu tentu tidak sejalan mengingat salah satu fungsi partai politik secara yuridis adalah sebagai sarana pendidikan politik. Namun fungsi partai politik dewasa ini tampak tidak menjadi fokus bagi oknum-oknum tertentu di dalam partai politik. Salah satunya dikuatkan dengan munculnya jargon-jargon politik untuk mengusung kandidat yang berasal dari kalangan milenial.


Memunculkan kandidat berusia muda memang merupakan sebuah bentuk regenerasi figur di bidang pemerintahan bagi publik. Namun juga dapat menjadi bumerang manakala pola rekrutmen kandidat tersebut tidak disertai dengan kapabilitas yang mumpuni.


Dewasa ini para kandidat yang berusia muda itu tengah dikonstruksikan sebagai kandidat yang akan melakukan pembaharuan di bidang pemerintahan. Namun permasalahannya tidak hanya mengenai kapabilitas dari kandidat tersebut dalam melakukan pembaharuan di pemerintahan. Setidaknya muncul tiga hal yang perlu digarisbawahi baik oleh partai politik atau gabungan partai politik pengusung hingga rakyat sebagai konstituen dalam menyikapi pencalonan kandidat yang berasal dari kalangan, secara khusus pada penyelenggaraan pilkada serentak pada akhir tahun ini.


Pertama, pencalonan kandidat yang berasal dari kalangan muda ini harus menjunjung etika dalam berpolitik. Dalam hal ini perlu juga dipahami bahwa dalam berpolitik harus dilakukan secara santun dan bermartabat sehingga pencapaian kekuasaan tidak menjadi orientasi utama dalam pencalonan kandidat tersebut.


Selain itu yang perlu diperhatikan adalah pencalonan kandidat terkait tidak menghambat kaderisasi dari sebuah partai politik terlebih yang berasal dari akar rumput pendukung. Hal ini dikarenakan baik struktur maupun kultur sebuah partai politik adalah berjenjang dimana akar rumput pendukung adalah sebuah modal pondasi bagi keberlangsungan sebuah politik bahkan hingga berakhirnya sebuah masa pemilihan umum.


Kedua, pencalonan kandidat dari kalangan milenial tidak hanya dapat dikomersialisasikan sebatas jargon perubahan demi mendulang suara kalangan muda dalam pemilihan umum. Melainkan juga kandidat tersebut harus cakap secara substansial apabila mengalami keterpilihan di pemilihan umum. Hal ini akan menjadi preseden buruk bagi partai politik pengusung bahkan kepada tingkat keterpilihan kalangan muda yang hendak mencalonkan diri sebagai kandidat pada pemilihan umum selanjutnya apabila kandidat milenial yang terpilih dalam pemilihan umum tidak dapat menjalankan amanat rakyat sebagaimana yang dijanjikannya sebelum proses pemungutan suara.


Ketiga, perlu juga dicermati oleh pemilih bahwa pencalonan kandidat berusia muda harus benar-benar lepas dari konflik kepentingan termasuk juga konflik kepentingan di bidang politik yang menciptakan oligarki politik karena terafiliasi dengan politik kekerabatan.


Oleh karena itu etika dalam berpolitik harus tetap dijunjung sehingga dapat menciptakan iklim yang sehat bagi rakyat sebagai pemilih demi merestrukturisasi citra politik sebagai sarana membangun peradaban bangsa secara bermartabat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Dipungut Waktu

 Senja yang mulai beringsut, tenggelam di matamu yang sayup, melukis aksara dengan segala jingganya. Indah, meski harus menepi….   Di tempat yang sunyi, aku menulis sebuah puisi, tentang kita yang sedang berjuang, tentang hidup yang tidak bisa ditebak. Semuanya kutuangkan pada selembar kertas putih dengan coretan pena.   Di kelopak matamu ada puisi. Begitu dalam, aku takut meluluhlantakkan puisi yang mendiami kelopak matamu selama ini. Sebab arti dari semua pandangan matamu,  bisa menghapus buih-buih kesedihan yang bergantung di mataku.   Puan, jika suatu saat nanti puisiku bisa menyaingi puisi di kelopak matamu  izinkan aku mengabadikannya  dalam satu halaman buku.  Menempatkan pada inti  dari semua antologi puisiku.   Reruntuhan rindu jatuh dipungut waktu, Kata demi kata kutulis rapi dalam rahim puisi. Imajinasi meledak di kepala Aku tidak rela Rindu dipungut waktu.   Lalu, aku mencoba untuk mengembalikannya,  mengubur dalam-...

Pekan II Masa Prapaskah

  Sebagai orang beriman, kita sering kali menemukan persoalan dan tantangan hidup. Ada rajutan penderitaan dan kebahagiaan yang menjadi warna dalam kehidupan kita. Ada catatan tentang mereka yang membenci dan menjadi support system kita. Pada Minggu Prapaskah II ini, kita diajak belajar dari tokoh Abraham, yang mengajarkan kepada kita bahwa kegagalan dan penderitaan sebagai bagian dari olah kesetiaan iman kita. Hal senada juga disampaikan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius agar kita tetap tabah dalam mewartakan Kabar Gembira dari Tuhan. Penderitaan yang kita alami dalam pemberitaan Kabar Sukacita hendaknya tidak membuat kita kecewa dan putus asa atau bahkan mundur dari tanggung jawab kita sebagai orang beriman. Serahkanlah dalam kasih karunia Allah. Dia tidak akan pernah membiarkan kita dikuasai oleh kegelapan. Kekuatan inilah yang harus kita kedepankan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Peristiwa transfigurasi dalam kisah Injil hari ini mestinya membuka pikir...

Setiap Peristiwa Itu Indah

  Dalam hening malam, kita merenung, Tentang hidup yang terus berjalan. Setiap detik berharga, tak ada yang terbuang, Setiap pilihan membawa kita ke tujuan.   Ada suka, ada duka, dalam setiap cerita, Tapi semua itu bagian dari kehidupan kita. Kita belajar, kita tumbuh, kita terus bergerak, Mencari makna di balik setiap tikungan.   Kita berbagi cinta, kita berbagi tawa, Kita merasakan sakit, kita merasakan luka. Tapi di balik itu semua, ada kekuatan yang mengagumkan, Itulah kehidupan, selalu berubah, selalu berkelanjutan.   Jadi, mari kita hargai setiap momen, Dan belajar dari setiap peristiwa. Karena dalam setiap langkah dan setiap tindakan, Kita menemukan diri kita, dan makna kehidupan Pirllo Luron,Syair Anak Petani🌹