Langsung ke konten utama

NEOLIBERALISME dan NEOIMPERIALISME

 


kesejahteraan dan demokrasi sejati hampir tidak pernah dirasakan oleh rakyat. Hingga belasan tahun tersebut, faksi borjuasi Orde Baru yang selamat dari krisis 1997-1998, berkolaborasi dengan faksi borjuasi baru. Mereka mencengkeram kekuasaan negara melalui sistem oligarki yang korup. Bersamaan dengan itu, para pemilik pemodal dan negara-negara imperialis sebagai agen politiknya, tetap mendesakkan kebijakan neoliberalnya melalui tangan-tangan faksi borjuasi dalam negeri yang berkuasa. Hasilnya adalah rezim oligarki yang korup dengan garis kebijakan neoliberal yang menghancurkan kehidupan rakyat.


Sampai saat ini, rezim oligarki-neoliberal beroperasi tanpa ada kekuatan politik progresif yang menandinginya. Perlawanan yang dilakukan oleh gerakan rakyat di lapangan (jalanan, pabrik, lahan, desa, kota) tidak berkembang menjadi kekuatan politik yang memiliki kapasitas menandingi negara dan memaksa perubahan sosial-politik dari luar. Hadirnya kekuatan politik ekstra-negara yang seperti itu memang mensyaratkan adanya situasi revolusioner dan krisis politik yang mendalam. Sementara, krisis politik yang mendalam bisa terjadi jika gerakan rakyat memperluas perjuangan kelas ke arena politik formal. Gerakan rakyat pernah memiliki pengalaman ini namun masih menemui kegagalan, seperti PRD (Partai Rakyat Demokratik), Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas), dan Partai Perserikatan Rakyat (PPR) yang masih gagal menembus arena politik formal. Walhasil, gerakan rakyat terus didesak ke dalam posisi defensif dan marjinal oleh rezim oligarki-neoliberal.


Rumitnya regulasi pemilu untuk membangun partai politik alternatif menjadi salah satu penyebab kegagalan gerakan rakyat masuk ke dalam arena politik formal. Namun kerumitan ini bukanlah tanpa disengaja. Berbagai regulasi ini sengaja dibuat oleh partai-partai oligarki untuk memperkecil kompetitor dalam ruang elektoral, sehingga mereka bisa terus memonopoli arena politik yang ada. Hal ini merupakan upaya penyingkiran terhadap rakyat dari kekuasaan politik negara. Selain itu, pembusukan sistematis arena elektoral juga dilakukan oleh mereka sehingga menumbuhkan frustrasi dan antipati terhadap perjuangan elektoral pada gerakan rakyat. Singkatnya, strategi penyingkiran bertujuan untuk mengokohkan kesadaran: “Tidak Ada Alternatif Di Luar Politiknya Kelas Modal!”


Gerakan rakyat kemudian menjadi pesimis, anti kekuasaan dan menganggap remeh perjuangan elektoral, yang menyebabkan sebagian besar kalangan gerakan tidak memiliki agenda pembangunan partai elektoral. Sebagian membatasi perannya hanya sebagai kelompok penekan, sementara sebagian lainnya mungkin memiliki agenda revolusi yang dibayangkan bisa dikembangkan secara langsung dari perlawanan di lapangan. Hasilnya adalah intensif dalam melakukan “perjuangan parsial,” seperti advokasi, aksi-aksi respons isu atau yang lainnya, tetapi abai terhadap pengorganisasian politik atau partai.


Sementara di kalangan gerakan yang mau mengakses negara, tetapi pesimis atau enggan membangun partai elektoral, mencoba berbagai taktik yang lain. Masuk ke partai-partai borjuasi menjadi pilihan pertama mereka. Di sisi lain, juga ada yang menjadi “relawan” untuk mewarnai arena politik formal. Namun setelah masuk ke negara, mereka pun tidak bisa membuat perubahan yang signifikan. Sebagian malah terjatuh ke dalam oportunisme. Alih-alih membawa kepentingan rakyat ke dalam negara, sebagian dari mereka malah terkooptasi menjadi aparatus negara borjuasi.


Intervensi terhadap perjuangan politik elektoral menjadi sangat penting untuk menandingi operasi rezim oligarki-neoliberal. Di sisi lain, jalan yang diambil selama ini oleh kalangan gerakan belum berkembang menjadi kekuatan politik yang memiliki kapasitas menandingi negara dan memaksa perubahan sosial-politik. Untuk itu, gagasan pembangunan partai politik alternatif harus tetap digelorakan di tengah-tengah gerakan rakyat. Tentu saja, upaya memajukan partai gerakan tidaklah mudah. Apalagi, rezim oligarki-neoliberal tentu akan selalu mencari cara untuk menjegal masuknya partai gerakan ke arena politik formal. Ada risiko gagal memenuhi syarat pemilu, seperti yang terjadi sebelumnya. Lalu ada risiko partainya “berbelok arah” menjadi bukan partai gerakan karena kemenangan elemen-elemen reaksioner dan konservatif di internal partai. Namun, ada juga peluang untuk lolos syarat pemilu dan menang bertarung melawan elemen-elemen reaksioner dan konservatif di internal partai. Adanya risiko bukan alasan untuk tidak menjalankan agenda perjuangan politik elektoral, karena setiap perjuangan pasti ada risikonya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pekan II Masa Prapaskah

  Sebagai orang beriman, kita sering kali menemukan persoalan dan tantangan hidup. Ada rajutan penderitaan dan kebahagiaan yang menjadi warna dalam kehidupan kita. Ada catatan tentang mereka yang membenci dan menjadi support system kita. Pada Minggu Prapaskah II ini, kita diajak belajar dari tokoh Abraham, yang mengajarkan kepada kita bahwa kegagalan dan penderitaan sebagai bagian dari olah kesetiaan iman kita. Hal senada juga disampaikan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius agar kita tetap tabah dalam mewartakan Kabar Gembira dari Tuhan. Penderitaan yang kita alami dalam pemberitaan Kabar Sukacita hendaknya tidak membuat kita kecewa dan putus asa atau bahkan mundur dari tanggung jawab kita sebagai orang beriman. Serahkanlah dalam kasih karunia Allah. Dia tidak akan pernah membiarkan kita dikuasai oleh kegelapan. Kekuatan inilah yang harus kita kedepankan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Peristiwa transfigurasi dalam kisah Injil hari ini mestinya membuka pikir...

Berjuang Dalam Meraih Cita - Cita

  Satu persatu manusia pasti menginginkan sukses di dalam hidupnya. Entah sukses di dalam karier, sukses dalam pendidikan, pekerjaan, jodoh dan suskes dunia akhirat. Lalu? Apa arti sebuah kesuksesan? Saya mengutip arti sukses menurut salah satu para ahli dan tokoh dunia yaitu sukses adalah keinginan untuk menjalani hidup & sesuai dengan keinginan anda, melakukan apa yang ingin anda nikmati, di keliling keluarga,teman dan orang yang ada hormati.  Jadi sukses tidak hanya untuk diri sendiri akan tetapi akan lebih bermanfaat untuk orang lain, keinginan apa yang  ingin dicapai cita-cita tinggi yang akan mengantar kita kedepan pintu gerbang kesuksesan. Seperti pepatah “bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian”. Pepatah tersebut menggambarkan kesuksesan itu tidak instan akan tetapi melalui lika liku perjalananyang  panjang. Sukses bagi saya yang paling  penting adalah bisa meraih apa yang kita inginkan dengan usaha kita sendiri, perjuangan serta kekuatan do...

Menyambut Pesta Demokrasi 2024

  masa depan demokrasi selama lima tahun ke depan, ada alasan kesamaan multidimensional yang perlu mendasari inisiatif sosial ini. Sebagai sebuah bangsa, Indonesia, kita disatukan oleh kesamaan-kesamaan dalam beberapa dimensi sebagaimana ditekankan oleh Notonegoro (Kaelan, 2009:187). Pertama, dimensi kesatuan sejarah. Kedua, dimensi kesamaan nasib historis melalui kolonialisme, proklamasi, reformasi hingga mencapai wajahnya yang kontemporer. Ketiga, kesatuan budaya nasional bangsa yang terdiri atas keanekaragaman ungkapan budaya. Keempat, kesatuan wilayah geografis. Kelima, kesatuan cita-cita dan tujuan sebagaimana tertuang dalam Pancasila. Kesamaan-kesamaan multidimensional tersebut menguatkan identitas kita sebagai satu bangsa. Dalam kesamaan identitas itu, perlu tanggungjawab sosial dari setiap elemen agar persatuan dan kemajuan bersama tetap terjaga. Secara teknis dan strategis, tanggungjawab itu diwujudkan dan salah satunya adalah melalui partisipasi dalam proses pemilu. UUD 1...