Mahasiswa Semester IV Program Studi Pendidikan Ekonomi,Institut Keguruan dan Teknologi Larantuka
Kemahasiswaan sendiri adalah topik yang sangat luas, namun untuk kali ini yang saya bahas adalah mengenai jati diri sebagai mahasiswa. Dari memasuki semester satu sebagian besar mahasiswa dalam puncak antusiasme mengikuti gerakan mahasiswa dengan iming-iming julukan sosial seperti agent of change, agent of social control. Apalagi jika mereka mengikuti kegiatan-kegiatan ospek seperti di jurusan, fakultas, atau universitas yang menanamkan mengenai idealisme mahasiswa.
Tentunya tidak semua mahasiswa mengikuti kegiatan Ospek, tetapi walaupun tidak ikut kegiatan tersebut, kita tetap akan mencari idealisme kita sendiri. Seseorang bisa dianggap idealis jika memiliki keyakinan atau prinsip yang akan dipegang teguh oleh pribadinya. Idealisme yang sesungguhnya adalah sebuah prinsip yang akan pegang dan tidak bergoyang atau dipengaruhi bagaimanapun pahitnya realita.
Dari pandangan saya, kini mahasiswa sering kali menghadapi dua problematika yang besar, “saya lebih baik menjadi mahasiswa idealis atau realistis”?
Pada umumnya, idealisme seseorang mahasiswa sebenarnya tumbuh secara perlahan dalam seseorang dan akan terbangun membentuk ide, perilaku, sikap, ataupun cara berpikir. Jadi bisa dikatakan bahwa mahasiswa idealis akan berpegang teguh pada prinsip mereka bagaimanapun kondisinya.
Berbanding terbalik, realisme adalah suatu sikap/pendirian yang cenderung mengikuti arus. Seorang individu yang realistis akan mengikuti arah dan pasrah kepada kenyataan. Sama seperti idealisme, realisme akan terbangun secara perlahan dalam jiwa dan pikiran.
Uraian di atas dapat dijadikan sebuah gambaran seorang mahasiswa idealis dan realistis. Mirisnya, banyak mahasiswa kini tidak memiliki pendirian apapun dan berjalan tanpa arah. Entah karena faktor dari mereka merasa salah jurusan, tekanan orang tua, circle pertemanan yang gengsi, dan banyak lagi.
Jadi sebenarnya seorang mahasiswa harus idealis atau realistis? Melihat keadaan sekarang banyak mahasiswa memiliki prinsip yang sangat kuat, sehingga jika tuntutan idealisme tersebut tidak tercapai, maka mereka akan kecewa. Selain itu, sering kali idealis dianggap memiliki watak yang kaku dan tidak fleksibel dikarenakan mereka ingin semua hal sesuai dengan keinginannya, terlepas apakah hal tersebut sejalan atau tidak dengan orang lain.
Di sisi lain, mahasiswa harus menjadi realistis dalam mengambil sebuah keputusan. Jika ia tetap menganut dan mengharapkan selalu kepada apa yang ia inginkan, kemungkinan besar tidak akan tercapai. Tidak selamanya orang yang berpikir secara realistis adalah orang pasrah dengan keadaan, namun dalam beberapa definisi mahasiswa realistis sebenarnya adalah mahasiswa yang mengambil keputusan yang tidak merugikan seseorang.
Sebagai mahasiswa kita tentunya akan mengambil berbagai keputusan yang akan mempengaruhi kehidupan kita.
Saya akan mengambil mata kuliah apa? Saya lebih baik berteman sama dia atau tidak? Jika saya sudah semester tua, penelitian saya akan tentang apa?
Pertanyaan seperti diatas adalah setetes air dari lautan yang semua mahasiswa tentunya akan mengalami. Pola pikir idealis atau realistis yang telah bertumbuh sebelum ia memasuki bangku perkuliahan juga sangat berpengaruh dan dapat berubah sewaktu-waktu berjalannya waktu.
Lalu pada ujung perbahasan, kita sebagai mahasiswa harus lebih berpikir idealis atau realistis?
Menurut saya pribadi, kedua hal tersebut harus selaras. Kita sebenarnya tidak boleh berpikir terlalu idealis, sikap realistis perlu diterapkan dalam mengambil keputusan. Setelah selesai kuliah dan memasuki dunia kerja, apakah selamanya saat mengambil keputusan yang kritis, kita akan menggunakan pendirian idealis kita atau berpikir realistis?
Tidak salah jika memiliki pandangan idealis saat mahasiswa karena masa itu adalah saat kita benar-benar mendapat berbagai pengalaman yang menumbuhkan kita sebagai orang dewasa. Sebaliknya, berpandangan realistis terhadap dunia juga harus dilakukan.
Ada sebuah kalimat yang diucapkan oleh Bapak Pendidikan Indonesia yakni “Jadikan setiap tempat sebagai sekolah, jadikan setiap orang sebagai guru”. Ucapan tersebut dari Ki Hadjar Dewantara dapat dijadikan sebuah motivasi bagi yang kebingungan untuk menjadi seorang idealis atau realis. Pola pikir dan pendirian apapun yang diambil, jangan dilupakan bahwa setiap orang yang anda bertemu adalah kesempatan untuk bertumbuh menjadi seseorang yang dewasa.
Menutup tulisan ini, saya berpesan bahwa sebagai seorang mahasiswa harus memahami kapan kita harus berpikir idealis atau menghanyut mengikuti arus seperti seorang realistis sehingga dapat menghadapi “jalan penuh lubang” yang sering kali disebut sebagai kehidupan.
Komentar
Posting Komentar