Langsung ke konten utama

ABU,LIPSTIK,PEMILU


Sebagian besar Gereja di wilayah NTT melaksanakan ekaristi memasuki masa prapaskah, masa khusus yang disiapkan Gereja bagi umatnya untuk mengenang misteri penderitaan Sang Kristus dan masa persiapan hari raya Paskah, peringatan misteri kebangkitanNya. Pada hari itu, seluruh umat Katolik di seluruh dunia ‘memberi dahinya’ ditandai dengan abu, sebuah tanda ‘tobat’ kaum beriman kristiani.

Sejak lama, bahkan berabad-abad sebelum Kristus, abu telah menjadi tanda tobat. Misalnya, dalam Kitab Yunus dan Kitab Ester. Ketika Raja Niniwe mendengar nubuat Yunus bahwa Niniwe akan ditunggangbalikkan, maka turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya, diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu. (Yunus 3:6).Dan ketika Ester menerima kabar dari Mordekhai, anak dari saudara ayahnya, bahwa ia harus menghadap raja untuk menyelamatkan bangsanya, Ester menaburi kepalanya dengan abu (Ester 4:13).

Pius Parsch, dalam bukunya “The Church’s Year of Grace” menyatakan bahwa “Rabu Abu Pertama” terjadi di Taman Eden setelah Adam dan Hawa berbuat dosa. Tuhan mengingatkan mereka bahwa mereka berasal dari debu tanah dan akan kembali menjadi debu. Oleh karena itu, imam membubuhkan abu pada dahi kaum beriman kristiani sambil berkata: “Ingatlah, kita ini abu dan akan kembali menjadi abu” atau “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil”.

Di hari ini, ‘abu’ mendapat ‘tempat terhormat’. Dia diberi nilai dan ditaruhi makna. Abu mengingatkan manusia akan ‘di posisi mana ia berada’ dan ‘ke arah mana’ ia berpijak langkah.

Abu yang diterima pada Hari Rabu Abu menjadi tanda yang mengingatkan kepada para penerimanya untuk memasuki wilayah pertobatan sekaligus sebagai tanda akan ketidakabadian dunia, dan tanda Tuhan adalah sumber keselamatan manusia dan dunianya.

Salah satu wujud pertobatan adalah ‘berjuang hidup’ untuk ‘menjadi tidak munafik’. Tema ini biasanya dikotbahkan pada hari spesial ini. Momen puasa membawa seluruh umat untuk kembali ke dirinya yang asli, menampilkan diri apa adanya. Tidak munafik terhadap diri sendiri, komunitas-komunitas basis Gerejani dan masyarakat sosial yang mengitarinya.

‘Kosmetiknya’ kaum beriman kristiani pada hari ekaristi penerimaan abu adalah “abu” ini. Letaknya di dahi. Ia mudah dilihat, dipandangi.  Pertobatan sejati haruslah berbentuk nyata dan kelihatan. Ia dapat dipandangi.

Di panggung politik mesti ada juga pertobatan politik. Pertobatan politik berurusan dengan perubahan wawasan yang nyata, perubahan hati, suatu pertobatan dan transformasi yang sungguh-sungguh di dalam hidup.

Pertobatan politik mengandung dua sisi. Pertama, pemahaman tentang bagaimana masyarakat berjalan dan khususnya bagaimana masyarakat ditata dengan cara-cara yang menguntungkan kelompok-kelompok tertentu dan memberikan kepada mereka hak-hak khusus yang tidak wajar dan keuntungan-keuntungan yang tidak adil di atas kelompok lainnya, meskipun kelompok yang mendapat hak-hak istimewa itu tidak bermaksud berlaku tidak adil. Kedua, komitmen untuk meluruskan dan memerangi ketidakadilan, dengan menggantikan struktur-struktur yang tidak adil dengan struktur yang seharusnya. Pertobatan politik bersifat sejati bila ada keterlibatan nyata untuk membela kaum miskin dan kaum pinggiran, menyelamatkan dan menghormati hak-hak dan kepentingan-kepentingan kaum miskin, tertindas dan lemah.

Mungkinkah penerimaan abu di Gereja dalam perayaan ekaristi sehari menjelang pesta demokrasi pemilu 2024 dapat menjadi inspirasi bagi mereka yang merayakannya untuk ‘berbalik arah’ dari politik yang carut-marut? Juga, apakah dapat mengubah perilaku para ‘penerima abu’ untuk tidak tidak masa bodoh terhadap nasib bangsa dan memihak pada kebenaran yang sejati dengan memilih mereka yang sungguh punya hati yang selalu terarah kepada pertobatan politik****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rindu Dipungut Waktu

 Senja yang mulai beringsut, tenggelam di matamu yang sayup, melukis aksara dengan segala jingganya. Indah, meski harus menepi….   Di tempat yang sunyi, aku menulis sebuah puisi, tentang kita yang sedang berjuang, tentang hidup yang tidak bisa ditebak. Semuanya kutuangkan pada selembar kertas putih dengan coretan pena.   Di kelopak matamu ada puisi. Begitu dalam, aku takut meluluhlantakkan puisi yang mendiami kelopak matamu selama ini. Sebab arti dari semua pandangan matamu,  bisa menghapus buih-buih kesedihan yang bergantung di mataku.   Puan, jika suatu saat nanti puisiku bisa menyaingi puisi di kelopak matamu  izinkan aku mengabadikannya  dalam satu halaman buku.  Menempatkan pada inti  dari semua antologi puisiku.   Reruntuhan rindu jatuh dipungut waktu, Kata demi kata kutulis rapi dalam rahim puisi. Imajinasi meledak di kepala Aku tidak rela Rindu dipungut waktu.   Lalu, aku mencoba untuk mengembalikannya,  mengubur dalam-...

Pekan II Masa Prapaskah

  Sebagai orang beriman, kita sering kali menemukan persoalan dan tantangan hidup. Ada rajutan penderitaan dan kebahagiaan yang menjadi warna dalam kehidupan kita. Ada catatan tentang mereka yang membenci dan menjadi support system kita. Pada Minggu Prapaskah II ini, kita diajak belajar dari tokoh Abraham, yang mengajarkan kepada kita bahwa kegagalan dan penderitaan sebagai bagian dari olah kesetiaan iman kita. Hal senada juga disampaikan oleh Rasul Paulus dalam suratnya kepada Timotius agar kita tetap tabah dalam mewartakan Kabar Gembira dari Tuhan. Penderitaan yang kita alami dalam pemberitaan Kabar Sukacita hendaknya tidak membuat kita kecewa dan putus asa atau bahkan mundur dari tanggung jawab kita sebagai orang beriman. Serahkanlah dalam kasih karunia Allah. Dia tidak akan pernah membiarkan kita dikuasai oleh kegelapan. Kekuatan inilah yang harus kita kedepankan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. Peristiwa transfigurasi dalam kisah Injil hari ini mestinya membuka pikir...

Setiap Peristiwa Itu Indah

  Dalam hening malam, kita merenung, Tentang hidup yang terus berjalan. Setiap detik berharga, tak ada yang terbuang, Setiap pilihan membawa kita ke tujuan.   Ada suka, ada duka, dalam setiap cerita, Tapi semua itu bagian dari kehidupan kita. Kita belajar, kita tumbuh, kita terus bergerak, Mencari makna di balik setiap tikungan.   Kita berbagi cinta, kita berbagi tawa, Kita merasakan sakit, kita merasakan luka. Tapi di balik itu semua, ada kekuatan yang mengagumkan, Itulah kehidupan, selalu berubah, selalu berkelanjutan.   Jadi, mari kita hargai setiap momen, Dan belajar dari setiap peristiwa. Karena dalam setiap langkah dan setiap tindakan, Kita menemukan diri kita, dan makna kehidupan Pirllo Luron,Syair Anak Petani🌹