Seperti biasanya aku masih belum juga tidur. Mengantuk pun tidak, hanya jari jemari ku yang aktif memainkan pensil itu hingga seolah menari di atas lembaran putih bergaris. Sang pensil pun mengerti peranan nya saat ini. Yang harus dengan rela begadang karena aku yang menggerakkan nya dengan tangan ku. Meski aku tak punya tujuan kali ini, namun ternyata tergambar juga apa yang selama ini hatiku ingin utarakan.
Jujur saja aku ini bukan orang yang gampang mengungkapkan perasaan. Bahkan untuk sekedar berkeinginan pun aku selalu memikirkan nanti bagaimana bukan bagaimana nanti.
Tergambar disitu seorang pria yang sedang kehujanan sambil mengenggam setangkai mawar di kejauhan menatapi seorang wanita yang memakai payung untuk pergi menjauhi. Ehm, sebuah gambaran yang cukup rumit untuk di katakan sebenarnya. Situasi yang tak mengenakkan tentunya.
Bukan tanpa alasan kenapa aku bisa menggambarkan keadaan itu. Ketika perasaan dan hati ku ini tengah di landa kegelisahan setelah di tinggalkan oleh seorang yang di sayangi. Dia pergi tanpa pamit atau apapun setelah kesalahpahaman terjadi seolah memang di rencakan untuk begitu. Jujur saja saat itu aku merasa sesak. Bagaimana tidak setelah beberapa hari sebelumnya aku merasakan perasaan berbunga karena menganggap dunia sedang baik baik saja, perasaan berlebih atas indah dalam sebuah hubungan yang ku harapkan berlanjut ke arah yang lebih serius. Atas dasar keinginan untuk saling memahami satu sama lain. Namun sayangnya itu hanya imaji ku saja, karena ternyata kebanyakan orang hanya memanfaatkan perasaan nyaman itu sebagai sarana berlindung dan persinggahan sejenak saja. Setelah sembuh semua luka nya, setelah datang kesempatan untuk kembali mendapatkan apa yang di inginkan nya. Maka dia kan mencari cara untuk menjauhi seolah tak terjadi apa-apa sebelum ini.
Sebuah cara picik yang selalu aku benci. Kenapa harus mengorbankan orang lain jika hanya ingin mendapatkan perhatian dari masalah nya sendiri.
Sudahlah, itu hanya masa lalu karena terjadi beberapa hari yang lalu. Dan aku pun sudah mengetahui sebab musabab nya hingga menyadari kebodohan itu memang salah ku sendiri. Salahku terlalu menanggapi perhatian itu sebagai pernyataan perasaan suka. Padahal belum tentu benar seperti itu. Seperti sekarang yang aku alami. Bukan aku tak bisa menerima hanya saja masih sulit untuk melupakan semua.
Kata kata manis, ungkapan sayang atau sekedar bermanja manja. Itu seolah melenakan padahal itulah awal sebuah kehancuran. Entah aku yang bodoh atau dia yang terlalu mempesona hingga aku dengan mudah nya terbawa kebawah kendalinya. Ah aku sudah tak mau memikirkan nya lagi.
Saat ini aku hanya ingin sendiri. Melukiskan betapa rapuhnya pondasi yang ku bangun dahulu. Hingga kejadian ini menyeret ku ke dalam proses pembelajaran bahwasanya tak semua orang baik itu peduli. Dan yang peduli itu tulus. Karena banyaknya kejadian yang serupa. Hanya di jadikan pelampiasan saja. Rasanya seperti Pelangi pergi tanpa pamit.
Sesuatu yang sebenarnya belum di ketahui namun sangat terasa kental di ingatan. Bahkan aku sudah bisa menebak bagaimana alur kedepannya.
"My, kmu boleh pergi tapi jangan hilang". Itu kata kata ku yang sekarang terngiang. Sebuah perkataan yang sebenarnya menyakitkan jika di rasakan. Apalagi melihat dia ternyata hanya menjadi kan ku sebagai sarana untuk mencapai tujuan nya kembali meraih simpati mantan kekasihnya. Ternyata aku hanya pelampiasan. Itulah yang membuat ku merasa terbodohi perasaan.
"Aku sayang kamu" adalah kalimat singkat yang banyak di salah pahami. Oleh aku atau pun kebanyakan orang yang mengalami. Jika kamu merasakan hal yang sama berarti kita senasib.
Perasaan sepihak yang di salah arti hingga timbul luka hati yang tak sulit untuk terobati. Butuh banyak waktu untuk proses pemulihan ini.
Sekarang banyak sekali orang yang menjadi sok bijak dengan dalih bahwa itu realita kehidupan yang terjadi sehari hari. Menyingkap perasaan yang terungkap dengan cara memenuhi isi kepala dengan kata kata yang penuh arti. Namun ujungnya sama saja. Setelah nyaman lalu di tinggalkan. Setelah meninggalkan bukannya hilang malah datang lagi memperlihatkan. Seolah ingin pamer dengan kemenangan. Ah, mungkin itulah yang sebenarnya dari awal dia inginkan. Sudahlah...
"Kamu tahu? Ada banyak penderitaan yang di jadikan senjata oleh mereka. Senjata yang melenakan kita lalu menikam dari belakang. Itu lah taktik permainan ini". Kata seorang teman yang menasehati ku setelah ketahuan aku galau dari kemarin kemarin. Sebagian kata katanya ada benarnya juga. Namun bagi yang merasakan takkan mudah untuk menerima kenyataan ini. Seperti aku yang masih saja mencari cari. Sedikit berharap agar dapat kembali sedia kala. Padahal semua nya hanyalah kesia siaan saja. Tak ada gunanya melihat kenyataan keberadaan mereka. Ah memang merepotkan. Perasaan ini jelas menyiksa apalagi menyaksikan orang yang di kasihi malah berbalik menjauhi seolah tak menghargai apa yang telah kita beri. Hingga kesakitan ini berubah menjadi kesadaran diri. Nah, inilah prosesnya untuk bangkit kembali..
Komentar
Posting Komentar