Langsung ke konten utama

Perempuan Trotoar

 


Mata sendu perempuan muda itu menatap ke arah trotoar jalanan Kota yang kotor. Beberapa ekor tikus got saling berkejaran. Bahkan sepasang mata tikus itu memandang ke arah sepatunya yang terlihat butut. Sementara dilangit, tak terlihat kerlap-kerlip bintang menyala. Awan terlihat kelam. Sekelam hati perempuan muda itu menunggu godaan syahwat malam yang datang menghampiri jiwanya dari para pengumbar syawat tanpa malu.


Sudah hamir tiga jam, perempuan itu berdiri diatas trotoar jalanan Kota yang bau. Belum ada tanda-tanda untuk menambah tebal kantong bajunya. Belum ada sama sekali. Sementara deru kendaraan terus hingar bingarkan malam. Menebar kebisingan di telinganya.

Perempuan muda itu menatap langit yang makin menghitam. Udara Kota malam ini sangat kotor. Desingan suara knalpot kendaraan yang bergema cuma melahirkan asap yang mengepul di udara yang hitam. Perempuan muda itu menghela nafas panjang. Panjang sekali desahannya.


Sebagaimana panjangnya episode perjalanannya hingga mendamparkannya ke Kota ini. Dan dia sama sekali tak menyangka harus terdampar di Kota yang penuh tipu daya. Sebuah Kota Metropolitan yang diimpikan banyak orang untuk mengadu nasib dan mengubah nasib.

" Siapa tahu masa depanmu berubah saat disana," rayu temannya.

" Aku tak memiliki kepandaian apapun. Aku cuma orang Kampung," jawabnya.

" Tapi kamu memiliki suara yang bagus dan kecantikan yang luarbiasa. Itu modalmu," ujar temannya.

" Masa sih, suara bagus dan kecantikan bisa merubah nasib seseorang? Bukankah pengetahuan yang tinggi yang bisa merubah nasib orang," elaknya.

" Banyak orang Kampung kita yang menjadi kaya raya dan hidup enak di Kota hanya bermodalkan suara bagus dan kecantikan. Banyak sekali," ungkap temannya.


Perempuan muda itu kalah berargumentasi. Dan akhirnya perempuan muda itu mengalah.

Bulan pertama berdiam di Kota, perempuan muda  itu seolah membenarkan kebenaran yang diomongkan temannya. Uang mengalir. Namanya populer. Sebagai penyanyi pendatang baru, dia menjadi primadona. Banyak kelompok musik yang menjadikannya sebagai penyanyi tamu dengan bayaran yang cukup menggiurkan. Belum lagi saweran dari penonton yang mengidolakannya saat beraksi dipanggung hiburan. Tak pelak, pundi-pundi mengalirkan bagaikan mata air ke kantongnya.

Dan hanya dalam tempo enam bulan, perempuan muda itu mampu membeli sebuah motor buat keluarga di kampung dan merenovasi rumah keluarganya.

" Kamu sekarang, baru mengakui kebenaran kata--kata ku dulu kan," ujar temannya.

" Iya. Omonganmu benar sekali," ujarnya.

" Yang penting kamu jangan neko-neko. Jaga martabatmu sebagai perempuan. Jadi penyanyi itu banyak godaan. Jadi kamu harus hati-hati," nasehat temannya.

Perempuan muda itu mengangguk.

Usai manggung di luar Kota, perempuan muda itu dikenalkan pimpinan Orkesnya kepada seseorang yang mengaku sebagai produser. Lelaki setengah baya itu ingin mengangkat derajat wanita sebagai penyanyi klas wahid di negeri ini. Sejajar dengan penyanyi-penyanyi senior lainnya.

" Saya ingin Mbak tampil disebuah acara di Televisi," jelas Lelaki yang akrab diapnggil dengan sebuatn Pak Bandot.

" Saya malu Pak. Suara saya jelek," ujar perempuan itu.

" Mbak ini merendahkan diri. Suara Mbak sangat bagus. Demikian pula dengan kecantikan Mbak. Mbak sudah tidak layak lagi tampil dipanggung-panggung musik di pinggir Kota ini. level Mbak sudah harus tampil di televisi," jelas Pak Bandot.


Kegegeran melanda seluruh penghuni Kampungnya, saat dirinya tampil di sebuah acara musik di televisi. Semua orang membicarakannya. Tak terkecuali para juri yang hadir dalam acara pencarian bakat itu.

" Luar biasa. Luarbiasa," ujar seorang juri.

" Suaramu sangat bagus," sambung juri yang lainnya.

" kamu akan menjadi bintang masa depan," puji juri yang lainnya.


Raihan kesuksesan ternyata membuat seorang manusia berubah dengan drastis. Kegelimangan harta membuat seorang manusia menjadi khilaf. Kepopuleran membuat seorang manusia gelap mata. Perempuan muda  itu terjerumus ke dalam pergaulan yang bebas dan menyesatkan. Minuman keras dan pil-pil terlarang menjadi sahabatnya sehari-hari dengan dalih untuk menjaga stamina.


" Jauhi pil-pil setan itu," nasehat temannya.


" Pil itu hanya untuk menambah stamina ku saja. kamu kan tahu jadwal manggungku sangat padat," jawabnya sembari terus terlelap dalam godaan pil-pil setan itu.


Dan akhirnya, perempuan itu terperangkap dalam kecanduan hidup kepada pil-pil setan itu. Sementara dunia panggung mulai melahirkan bintang-bintang baru yang lebih fresh dan muda serta bertalenta bagus. Perempuan muda itu mulai kalah bersaing. Perempuan muda itu menepi. Hidup di pinggir Kota dengan sisa-sisa beban hidup yang masih melekat pada sekujur tubuhnya. Dan mulai lah dia mengarungi malam sebagai rumah kegelapannya. Malam yang bening dijadikannya sebagai rumah kesesatan.

Kini, perempuan muda itu terdampar dalam pelukan rembulan malam. Perempuan muda itu terdampar dalam ganasnya kehidupan Kota yang tak mengenal perikamusiaan yang dulu ditakutinya. Kini setiap malam, perempuan itu menyongsong hidup dengan menunggu datangnya pelukan malam dari sesatnya malam dari para lelaki malam. Perempuan muda itu masih tetap berdiri di tepi trotoar yang bau berteman dengan tikus-tikus got. Entah sampai kapan. Rerumputan kering pun tak mampu menjawab. Mereka hanya diam. Tak mampu menjawabnya.


Pirllo Luron,Syair Anak Petani🌹

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Untukmu Lewotobi

  Hai gunung merapi lewotobi.. Suaramu begitu menggelegar.. Getaranmu amat dahsyat.. Menyemburkan panasnya lahar hingga sampai kapan akan usai.. Lelahku menyusuri waktu.. Di setiap detik debu berterbangan.. mengikuti arah angin nan syahdu.. Pekat gelap pun seakan menutupi kompas arahku.. Erupsi hingga tangisan membahana mengundang luka tak kunjung sembuh.. Kulihat awan pun mulai menghitam.. Lahar menjelmah bagai air mengalir pada sekujur tubuhmu hingga menuju ke tanah ketuban anak tanah.. Mengapa semuanya ini terjadi..? Aku pun bermadah dalam doa mencurahkan duka pada yang kuasa.. Air mata menganak pada setiap pemilik hati yang berpasrah.. Asa terhenti tak dapat berkutik hingga terkulai.. Lahan pertanian bagai membeku tertutup debu vulkanik nan tebal... Semuanya terhempas oleh debu.. Dan puisiku menjadi saksi bisu hingga meneteskan air mata.. Lewotobi.. Lekas pulih kembali.. Dan biarkan cintamu bersemi tanpa henti.. Terpatri bagi anak tanah hingga abadi.. Pirlo Luron, Syair Anak Petani

Setiap Peristiwa Itu Indah

  Dalam hening malam, kita merenung, Tentang hidup yang terus berjalan. Setiap detik berharga, tak ada yang terbuang, Setiap pilihan membawa kita ke tujuan.   Ada suka, ada duka, dalam setiap cerita, Tapi semua itu bagian dari kehidupan kita. Kita belajar, kita tumbuh, kita terus bergerak, Mencari makna di balik setiap tikungan.   Kita berbagi cinta, kita berbagi tawa, Kita merasakan sakit, kita merasakan luka. Tapi di balik itu semua, ada kekuatan yang mengagumkan, Itulah kehidupan, selalu berubah, selalu berkelanjutan.   Jadi, mari kita hargai setiap momen, Dan belajar dari setiap peristiwa. Karena dalam setiap langkah dan setiap tindakan, Kita menemukan diri kita, dan makna kehidupan Pirllo Luron,Syair Anak Petani🌹

Tak cukup mencatat tangismu

  Mendengar ribuan bocah isak tangis Menyaksikan muka-muka penuh haru Melihat bocah menikuk mencari ibunya Bocah tersentuh kalah menyentuh tangan mereka berdebu, Semua jadi berbeda Selepas gelombang melanda AI Sirapaji Meluluhlantakkan Watan Lagadoni Yang tinggal hanyalah cerita Di sudut Ai Sirapaji Yang terlihat hanya sisa - sisa puing Bangunan terkeping - keping Apa yang terjadi disini??? Di sudut Watan Lagadoni Mereka menemukan seorang bayi Yang meratapi seonggok mayat Sambil terus meneriakkan "Ibu....Ibu Ai Sirapaji Watan Lagadoni Ratapan kian terdengar jelas Apa yang sebenarnya terjadi?? Ada apa dengan Ai Sirapaji Watan Lagadoni?? Namun entah mengapa Laut mengeluarkan amarahnya Gelombang besar terbentuk jelas Menghantam daratan dengan ganas Ai Sirapaji Watan Lagadoni kembali menangis Berlinang air mata jatuh ke tanah Menyaksikan gelombang yang kian bengis Menenggelamkan kampung halamanku... Bagaimana tidak Amarah yang besar itu Tanpa aba-aba,tanpa permisi Menggulung apa yang